SELAMAT DATANG DI ESDEWELDA SITUS SEDERHANA SD NEGERI 2 WELAHAN JEPARA TELP.(0291)4256437

Sabtu, 19 November 2011

MANFAAT MENULIS BAGI GURU


Pada postingan sebelumnya sedikit disinggung bahwa budaya menulis di kalangan guru kita masih rendah. Umumnya mereka masih terpaku pada budaya lama yakni mengobrol dan menonton. Kurangnya disiplin waktu mengarahkan pada suatu aktivitas yang sia-sia. Beda banget dengan budaya bangsa bule. 

Setahu saya yang berkunjung di Karimunjawa, rata-rata mereka memanfaatkan waktu senggangnya dengan sedikit mengobrol. Meskipun sesama bule, komunikasi dilakukan seperlunya. Membaca adalah budaya positif mereka yang dapat kita adopsi. Jika kita memulai belajar menulis maka perbanyaklah membaca, menyerap informasi sebanyak-banyaknya dari media massa. Jika kesadaran guru sudah meningkat dari kebiasaan membaca menjadi menulis. Saya yakin, pendidikan di negeri ini akan maju dengan pesat. Sayangnya tidak semua guru memiliki kemampuan menulis artinya masih harus selalu meningkatkan kompetensinya dibidang jurnalistik. Meskipun aspek ini tidak disyaratkan dalam sertifikasi, tapi kompetensi ini bisa sebagai dasar dalam berbagai tulisan ilmiah dan penelitian tindakan. 

Banyak yang didapat dari kebiasaan menulis. Setidaknya ada 6 (enam) nilai manfaat seperti yang dipaparkan The Liang Gie (1992:1-3) berikut:

1. Nilai Kecerdasan
Dengan menulis, seorang dituntut untuk menghubungkan ide yang satu dengan yang lainnya, merencanakan uraian yang sistematis dan logis, menimbang suatu perkara yang tepat, dan selalu mengamati dan menganalisis fakta sosial yang selalu berubah secara dinamis. Jika guru membiasakan aktifitas ini maka secara otomatis akan selalu meningkatkan daya pikir, kemampuan imajinasi, kreativitas, memori, dan kecerdasannya. 

2. Nilai Kependidikan
Seorang penulis pemula yang terus menulis, walaupun naskahnya belum berhasil diterbitkan atau tulisannya berkali-kali ditolak, sesungguhnya telah melatih diri untuk tabah, ulet, dan tekun. Sehingga pada suatu saat nanti insyaallah akan mencapai keberhasilan. Bila telah sukses, pastilah akan termontivasi untuk meningkatkan karya tulisannya, meningkatkan untuk menulis yang lebih bagus. Bukankah ini adalah pendidikan yang luar biasa?

3. Nilai Kejiwaan
Penulis dituntut untuk ulet. Terus berkarya, terus menulis, mengarang, yang pada akhirnya karya tersebut sampai di meja redaksi dan dimuat di koran, buku atau majalah. Hasil ini tentu membuat penulis merasakan kepuasan batin, kegembiraan hati, kebanggaan pribadi, dan kepercayaan diri. Semua ini mendorong untuk terus berkarya sampai ke puncak  kemajuan tanpa batas.

4. Nilai Kemasyarakatan
Penulis yang sukses, tulisannya akan dibaca masyarakat banyak, diapresiasi, menjadi sumber inspirasi, bahkan bisa sebagai rujukan masyarakat. Maka di sinilah, penulis mendapatkan penghargaan masyarakat yang luar biasa, baik berupa pujian, keteladanan, atau pun bentuk penghargaan yang lain.

5. Nilai Keuangan
Penulis sukses, tulisannya dimuat, diterbitkan dalam bentuk koran, majalah, buku, atau apa pun yang berorientasi profit, akan mendapatkan imbalan uang dari pihak-pihak yang menerbitkan karya-karyanya. Makin tinggi tingkat budaya membaca masyarakat di suatu negara, maka makin cerah pula masa depan penulis. Artinya menulis bisa dijadikan suatu profesi yang mulia sekaligus menjanjikan jika ditinjau dari sisi financial.

6. Nilai Kefilsafatan
Salah satu gagasan besar yang digumuli para ahli pikir sejak zaman dahulu adalah keabadian. Jasad orang arif tidak pernah abadi. Jasad orang pintar tidak pernah kekal. Tapi buah pikiran mereka tak akan musnah. Kekal sepanjang masa, karena diabadikan melalui karya yang ditulisnya. Sampai hari ini manusia modern mengetahui kearifan Plato melalui naskah percakapannya. Sampai sekarang kita masih mengenal ajaran Aristoteles dari buku-buku yang ditulisnya. Pendek kata dengan menulis mereka ada, mereka hidup, mereka dibaca, mereka diketahui, mereka dimengerti dan mereka pun di hargai. 

Seberapa besarkah niat kita untuk menulis? Sebaiknya jangan ditunda-tunda. Mulailah dari membaca. Karena membaca dan menulis adalah dua hal yang tak bisa dipisahkan. Persis dua sisi mata uang. Menulis tanpa membaca akan menghasilkan tulisan yang tidak bermutu. Sebaliknya membaca tanpa menulis, manfaatnya hanya untuk diri sendiri. Keduanya berjalan bersama, seimbang, seirama, saling melengkapi dan menyempurnakan. 

Akhirnya, setelah memahami manfaat menulis di atas maka sangat disayangkan jika sampai sekarang masih ada guru yang enggan menulis. Bukankah ilmu itu untuk diamalkan, dibagikan, dikembangkan dan ditanamkan serta diabadikan ke dalam diri siswa. Makan mulailah dari sekarang. Dengan menulis Saudara menjadi diri sendiri, dengan menulis Saudara berubah, dengan menulis saudara mengubah. Dunia bergerak ke arah tiga gelombang: dari gelombang pertanian menuju gelombang industri,  dan akhirnya sampai kepada gelombang informasi.  

Dengan menulis Saudara mengabdi, dengan menulis Saudara beribadah, dengan menulis Saudara berdakwah. Bukankah Islam sangat mendorong umatnya untuk menulis. Motivasi itu secara jelas dalam firman Allah dalam Al-Qur'an Surat Al-Alaq ayat 1-5 yang artinya sebagai berikut:

"Bacalah dengan nama Tuhanmu yang menciptakan. Ia menciptakan manusia dari darah yang kental. Bacalah demi tuhanmu yang mulia, yang mengajari (manusia)dengan pena, mengajari manusia sesuatu yang tidak diketahui."

Pena sebagai simbol tulisan digabungkan dengan membaca, sebuah kombinasi sinergis yang tidak bisa dipisahkan. Keduanya merupakan hubungan yang erat, menjalin simbiosis mutualisme. Hal ini sesuai dengan pendapat Imam Besar Qotadah yang mengatakan bahwa Pena adalah nikmat dari Allah Swt. Seandainya ia tidak ada, maka agama ini tidak bisa berdiri tegak dan kehidupan ini tidak bisa berjalan dengan baik. Sementara itu, Imam Ghazali berkata, "Dengan menulis, Anda bisa mencerdaskan berjuta-juta manusia secara tidak terbatas" 

Mari kita mulai menulis dari sekarang!
(By Pak Dhe)